Bagaimana Hoaks dibuat

Berita bohong atau hoaks menjadi masalah serius yang tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga seluruh dunia. Penyebaran hoaks adalah masalah yang serius dan kita dapat menjumpai masalah ini di hampir seluruh peradaban di dunia, hoaks dapat dengan mudahnya memengaruhi banyak orang karena memang otak manusia sendiri memiliki kecenderungan menyukai informasi-informasi palsu yang menarik secara emosional. Jadi, penyebar hoaks tahu bagaimana otak kita bekerja. Pada dasarnya, otak kita memang menyukai berita yang membuat kita bahagia, kita menyukai hal-hal baru, sesuatu yang memancing amarah, dan membuat kita tidak sabar ingin menyebarkan informasi atau kabar tersebut ke orang terdekat kita. Cara kerja otak ini disebut sebagai bias konfirmasi atau yang umum kita kenal sebagai subjektifitas. Otak kita hanya akan merangkul informasi yang mendukung keyakinan kita, dan menolak informasi yang bertentangan dengannya. Hal inilah yang menjadikan hoaks sebagai masalah universal. Berita bohong mampu memengaruhi siapa saja bahkan pemimpin negara sekalipun. Beberapa contoh nyata yang memperlihatkan bahwa siapa pun tidak lepas dari pengaruh subjektifitas ini dan senantiasa menolak fakta yang tidak disukainya adalah Presiden AS Donald Trump melalui akun Twitternya sempat menuding lima media besar sebagai media palsu yang menyesatkan, dan menyebut mereka sebagai musuh rakyat Amerika. Demikian pula dengan pemerintahan Rusia. Mereka membantah tudingan telah melanggar perjanjian rudal nuklir. Tidak sepakat dengan tudingan tersebut, melalui situs resmi Kementerian Luar Negeri Rusia, mereka mencap berita tudingan tersebut sebagai kabar palsu. Sama halnya dengan yang terjadi di Suriah, Presiden Bashar al-Assad menepis laporan Amnesty International yang menyebutnya telah melanggar hak asasi manusia, dan menyebut laporan itu sebagai berita palsu.
Kelemahan subjektifitas ini yang menjadikan hoaks semakin mudah untuk disebarkan terutama melalui teknologi. Teknologi dapat menguatkan dan mempercepat penyebaran serta penerimaan hoaks di masyarakat, ada dua jenis program teknologi yang berperan dalam penyebaran hoaks tersebut, yaitu yang dikenal sebagai bot dan algoritma. Kedua program ini paling umum merambah pada internet atau media sosial kita. Bot bukanlah manusia, bot dirancang secara otomatis untuk mengemas dan memperkuat penyebaran suatu informasi, dan algoritma yang memprioritaskan apa-apa saja yang baru dan paling populer untuk ditampilkan, namun bukan apa yang benar. Jadi, semakin banyak berita di luar sana, apakah yang menciptakannya manusia atau bot, selagi dia baru dan populer, maka berita itu akan muncul di pencarian teratas Google atau jadi 'trending' di Twitter, di umpan Facebook maupun Instagram. Selain itu, kecanggihan teknologi juga memfasilitasi siapa saja menjadi pelaku hoaks baru. Kemajuan alat ini dapat mengubah gambar dan video menjadi seperti yang diinginkan pelaku hoaks. Untuk itu, semua orang perlu memiliki rasa ingin tahu yang kuat dalam menanggapi setiap berita yang beredar, baik yang disebarkan melalui media sosial maupun dari media yang biasa kita baca. Mampu membedakan setiap berita yang ada sangat diperlukan demi menghindarkan diri dari pengaruh hoaks.

Tindakan sederhana apa yang bisa kita lakukan agar tidak ikut menyebarkan hoax? Berikut ini beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mencegah hoaks:
  • Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat berita palsu itu.
  • Cermati alamat situs 
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya, terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
  • Percayai hanya media yang netral secara politik 
Sumber berita pada dasarnya merupakan bagian masyarakat yang berada di luar pers (bukan pengelola pers), yang informasi atau tidakannya sering dijadikan obyek pemberitaan. Mereka bisa berupa kalangan elite politik, birokrat pemerintah, pengusaha, manajer manajer suasta, pimpinan ormas, aktivis LSM, aktivis mahasiswa, pengamat, aktivis buruh, maupun kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan konsumen pers adalah semua orang atau masyarakat yang menggunakan jasa pers untuk pemenuhan kebutuhan komunikasinya. Mereka ini bisa berupa masyarakat umum, atau siapapun, yang penting dia merupakan orang yang biasa menggunakan pers. Karena itu sumber berita-pun sebenarnya juga termasuk konsumen pers.

Comments

Popular posts from this blog

India siaga satu kasus pemerkosaan

India siaga satu kasus pemerkosaan part 2